Kamis, 29 Oktober 2015

Semalam bersama mas kodin.

Hmmm, aku lihat kemarin malam penuh dengan bintang. Tidak seperti malam lain sebelumnya. Aku memandangi langit terus-menerus mendongak keatas. Aku melihat banyak sekali keindahan yang disembunyikan tuhan kalau aku hanya berada di ruang kotak penuh dengan sekat. Mataku serasa segar kembali.
Adzan isya, aku tidak segera pulang dari diamku. Diriku justru dituntun oleh entah siapapun menuju rumah pak RT yang baru saja ditunjuk. Aku lebih sering manggil dia mas kodin dari nama aslinya ialah fachrudin.
"Yak, sholat rung?" Dalam bahasa jawa sehari-hari ia menyapaku. Lalu, aku malah disuruh duduk di teras rumahnya. Hawa berubah sangat sejuk, angin semilir bertubi-tubi menerpa kami.
"Kasihan-kasihan, kamu ini hlo yak. Sholat itu kebutuhanmu." Hmmm, memang aku telah menjawab pertanyaannya dengan kata 'belum'. Lalu malam berubah seolah cerah dalam diriku.
Sebuah premis pembuka yang simple dilanjutkan dengan diskusi seru tentang hidup. Bahwa hidup itu tidak boleh disiasiakan. Berkarya sesuai dengan kemampuan. "Yak, kowe kui anak barep kudu setrong, nyambut gawe sing cerdas, banting tulang sing keras. Kasihan orang tuamu. Lihat juga adikmu yang masih kecil." Hatiku trenyuh, hampir menangis tapi tertahan oleh heningnya malam.
"Yak berjuanglah! Mumpung masih muda. Jangan sia-siakan." Dia berkata dengan membara. Mulutku terus terkunci tapi nafasku tak beraturan menandakan ada yang salah pada diriku. Seketika aku menyesal luar biasa saat dia menyampaikan tentang hadist yang berbunyi, "Gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu. Gunakan masa sehatmu sebelum masa sakitmu. Gunakan masa luangmu sebelum masa sempitmu." Dari situ aku paham ternyata banyak hal yang harus aku lakukan dan aku tidak boleh menyia-nyiakan waktuku.
Angin pun menjadi tenang, aku pun kembali. Terima kasih mas kodin.

Ditulis oleh: Tambara Boyack, 20 tahun.
Ditulis sebulan yang lalu setelah ada pos rekrutmen karyawan dari kantorku sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar