Menginjak pada sebuah peraduan. Aku berpikir aku adalah sempurna. Aku merasa aku adalah seorang diatas puncak. Melihat sinar sang mentari mengisi setiap dimensi terkecil si mayapada. Dia tidak lelah terus bersinar hingga tenggelam dibalik dua gunung kokoh. Tapi, aku tidak akan berimaji tentang senja yang sering dilagukan oleh para pemula dengan seenak mereka sendiri. Bahwa dinginnya malam menandakan bintang akan muncul satu-satu seperti taburan bubuk yang bersinar. Bintang adalah sebuah fatamorgana nyata dari kehidupan. Bintang terlihat sangatlah kecil dibandingkan kita jika dilihat dari daratan eridu. Bintang hanyalah sebuah titik kecil jika dibandingkan matahari yang tidak bisa kita lihat ketika temaram datang. Bintang berjumlah tak terjumlahkan oleh otak manusia yang terbatas oleh rasional dunia tanpa bisa melihat secara spiritual bahwa alam ini dimiliki oleh tuhan. Bahwa tuhan adalah sang pencipta paradigma paling hebat dan tiada duanya. Tuhan adalah tuan bagi semuanya. Tuhan membuat bintang yang sebenarnya besar menjadi kecil dimata kita. Kita sebagai penghuni bumi hanyalah sebagian kecil dari alam jika dibandingkan bintang bertaburan diangkasa. Entah seberapa maha besar aku tidak bisa membayangkan. Terima kasih aku telah engkau ciptakan diantara makhlukmu. Terima kasih aku telah diberi kesempatan untuk menjadi seorang perindu. Aku dan dia bagaikan matahari dan bintang, kita adalah sejenis tapi tak pernah bersatu di mata dunia. Aku dan dia selalu memendam seonggok rindu berbatas dua bongkah gunung begitu kokoh. Aku dan dia adalah protozoa bersel satu pada masa lalu namun terpisah kemudian. Kita adalah dikotomi sebenarnya, dua orang perindu tanpa bisa mengungkap kata. Bahwa dalam kata tidak pernah menggambarkan sesuatu, tapi dalam diam itulah gambaran kita sebenarnya berada. Sempurna sudah petualangan kita mendaki gunung penuh api asmara, aku harus jatuh menuju bagian terdalam sebelum kita mencapai puncak kebersamaan abadi. Aku telah gagal menjadi seorang pecintamu. Aku gagal memilikimu seperti elang yang hanya mendapatkan sebongkah batu. Padahal elang tidak pernah salah dalam membidik sasarannya. Tapi aku adalah contoh elang yang takluk oleh seekor babi. Babi terus menunduk entah apa yang ia cari. Namun babi selalu mendapatkan segala sesuatu tanpa ia bersusah payah. Tiada orang melarang seberapa baunya jika ia buang air. Mungkin dia haram di mata agama karena kebauannya itu, ia juga sering menjadi buruan bagi para penikmat nafsu tembakan. Begitulah tuhan mempermainkan makhluk ciptaannya dengan sangat sempurna. Kini aku lelah setelah doping telah habis. Mungkin setelah kita bereinkarnasi, kita mampu menjadi sebuah malam yang dipenuhi bintang.
Oleh; Tambara Boyack, 20 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar